Selasa, 12 November 2013

Daun Sirsak (Annona muricat L.) Ternyata Memiliki Manfaat untuk Diare | Sulistiyaningsih

Siapa sih yang tidak mengerti Sirsak?

Sirsak merupakan buah sangat mudah sekali kita jumpai. Sirsak (Annona muricata L.) merupakan salah satu jenis tanaman dari familia Annonaceae yang mempunyai manfaat besar bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional yang memiliki banyak khasiat.


Lalu bagaimana dengan kandungannya???
Menurut Mangan (2009) menyata-kan kandungan kimia dari sirsak adalah saponin, flavonoid, tanin, kalsium, fosfor, hidrat arang, vitamin (A, B, dan C), fitosterol, Ca-oksalat dan alkaloid murisine. Salah satu kandungan kimia sirsak yang berperan penting untuk obat adalah flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder dan keberadaannya pada daun tanaman dipengaruhi oleh proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa bahan alam dari golongan fenolik (Markham, 1988 dalam Sjahid 2008). Manfaat flavonoid dalam tubuh manusia adalah sebagai antioksidan sehingga sangat baik digunakan untuk pencegahan kanker, melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, antiinflamasi, mencegah keropos tulang dan antibiotik.
Dalam kebanyakan kasus, flavonoid dapat berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan menggangu fungsi organisme seperti bakteri atau virus (Subroto dan Saputro, 2006). Selain flavonoid, kimia sirsak yang juga dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin. Tanin merupakan senyawa metabolit sekunder yang sering ditemukan pada tanaman. Tanin merupakan astrigen, polifenol, berasa pahit, dapat mengikat dan mengendapkan protein serta larut dalam air (terutama air panas). Umumnya tanin digunakan untuk pengobatan penyakit kulit dan sebagai antibakteri, tetapi tanin juga banyak diaplikasikan untuk pengobatan diare, hemostatik (menghentikan pendarahan) dan wasir (Subroto dan Saputro, 2006).


Apa aja sih kegunaannya??
Secara turun temurun, sirsak telah digunakan oleh sebagian masyarakat Indonesia untuk mengobati beberapa penyakit. Seperti di daerah Sunda buah sirsak muda digunakan untuk obat penurun tekanan darah tinggi dan di Aceh buah sirsak digunakan sebagai obat hepatitis dan daunnya sebagai obat batuk (Mardiana dan Ratnasari, 2011). Selain itu tanaman ini juga digunakan untuk obat ambeien, mencret pada bayi, bisul, sakit pinggang, anyang-anyangan dan sakit kandung air seni serta tanaman ini juga bersifat antibakteri, antiparasit, antipasmodik, antikanker, insektisida, hipotensif, mengobati sakit perut dan mampu mengeluarkan racun (Mangan, 2009).

Bagaimana daun sirsak dapat mengatasi diare?
Daun sirsak memiliki manfaat untuk mengatasi diare karena daun sirsak memiliki zat flavoid dan tannin yang dapat menghambat proses pertumbuhan bakteri E. coli. Bakteri E. coli sendiri merupakan salah satu bakteri yang menyebabkan diare.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Rina dkk (2011) dapat dilihat bahwa sari daun sirsak memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri E. coli. Adanya kemampuan sari daun sirsak dalam menghambat pertumbuhan E. coli disebabkan karena sari daun sirsak mengandung flavonoid dan tannin (Mangan, 2009). Umumnya tanin digunakan untuk pengobatan penyakit kulit dan sebagai antibakteri, tetapi tanin juga banyak diaplikasikan untuk pengobatan diare, hemostatik (menghentikan pendarahan) dan wasir (Subroto dan Saputro, 2006). Selain itu, menurut penelitian Gusti, dkk (2013) terdapat zona hambat pada air perasan daun sirsak terhadap E. coli karena adanya zat-zat aktif yang terkandung dalan daun sirsak seperti tanin, alkaloid, saponin (Saraswathy et al, 2010) dan flavonoid (Kurniawati, 2001) yang berfungsi sebagai antibakteri.
           
Referensi :
Widiana, R dkk. 2011. Daya Hambat Sari Daun Sirsak (Annona muricat L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli. Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Padang Sumatara Barat.

Permatasari, G dkk. 2013. Daya Hambat Perasan Daun  Sirsak Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherechia coli. Indonesia Medicus Veterinus 2(2): 162-169

Tidak ada komentar:

Posting Komentar